Recently watched this because of Yi San's factor (Yisan's father was Yeongjo and Yeongjo's mother was Choi Sukbin).
Dongyi drama is about Choi Sukbin (the real name Dongyi of Choi Sukbin wasn't clarified in history), one of King Sukjong's concubines.
Since we got recent released drama Jang Okjung, which took the same era during Sukjong's reign and the drama is somehow contrary to each other in term of characters, I dig more about who was Choi Sukbin on Wiki.
It's translated to Indonesian:
Biografi
Dilahirkan tahun 1670 pada hari keenam bulan ke sebelas penanggalan lunar pada tahun kesebelas pemerintahan Raja Hyeonjong. Dia adalah putri dari Tuan Choe Hyowon dan Nyonya Hong dari Namyang.
Memiliki satu orang kakak lelaki bernama Choe Donghu yang menikahi Nyonya An dari Sunheung
Memiliki satu orang kakak perempuan yang menikahi Seo Jeon.
Pada usia 3 tahun ayahnya meninggal dan setahun kemudian ibunya meninggal. Masuk istana pada usia 7 tahun dan masuk kasta cheonmin yang merupakan kasta terendah pada masa Dinasti Joseon.
Tidak diketahui kapan ia dan raja pertama kali bertemu. Namun versi yang paling dapat diterima adalah ketika dirinya menjadi seorang musuri atau pelayan istana pada masa-masa Ratu Inhyun digulingkan (1687-1688) dan selir Jang menjadi ratu yang berkuasa (1688-1694). Sekitar tahun 1689, suatu malam ia berdoa untuk kesehatan Ratu Inhyun dan Raja Sukjong yang sekembalinya dari perjalanan jauh, mendengar doanya dan hatinya tersentuh.
Ia disukai oleh raja dan diangkat menjadi selir dengan gelar Suk-won pada tahun 1693 di bulan keempat penanggalan Lunar pada tahun kesembilanbelas pemerintahan Raja Sukjong, setelah melahirkan putra pertamanya yang meninggal pada tahun itu juga.
Di tahun ini pula Raja Sukjong mulai kecewa pada Selir Jang dan fraksi pendukungnya yang semakin berkuasa.
Tahun 1694, pada tahun keduapuluh pemerintahan Raja Sukjong, dia diberi gelar Suk-ui setelah melahirkan Pangeran Yeoning (kelak Raja Yeongjo, kakek dari Jeongjo aka Yisan).
Di tahun ini pula Raja Sukjong mengangkat kembali Ratu Inhyun dan menurunkan Ratu Jang menjadi selir kembali.
Tahun 1695 diberi gelar Gwi-in.
Tahun 1698 melahirkan putra ketiga yang meninggal ketika dilahirkan.
Di tahun yang sama, Sukjong memberi gelar Sukwon pada Myeong.
Tahun 1699 diberi gelar Suk-bin. Arti "suk" (淑) berarti "pure" atau suci, murni.
Di tahun yang sama, selir Myeong diberi gelar Suk-ui setelah melahirkan pangeran Yeonryeong.
Dia secara terbuka mendukung Ratu Inhyun dan menentang Jang Huibin.
Tahun 1701 Ratu Inhyun meninggal tanpa sebab yang jelas dan beberapa sejahrawan menduga karena diracuni, namun hal ini hanyalah dugaan.
Versi lain adalah Raja Sukjong melihat ada seorang shaman di kamar Selir Jang dan melakukan ilmu hitam (semacam voodoo). Ia memerintahkan semua yang terlibat untuk dihukum mati termasuk seluruh keluarga Jang.
Versi lain berdasarkan Annals of Joseon Dynasty, sesuai kehendak Ratu Inhyun, Choi Sukbin menginformasikan raja bahwa Selir Jang menggunakan ilmu hitam untuk mencelakakan Ratu Inhyun berdasarkan kutipan berikut ini : "Di luar sana, Choi Sukbin seperti biasa dengan keanggunannya memberikan penghormatan kepada Ratu Inhyun dan menangisi sang ratu yang tidak dapat merebut hati raja dan menginformasikan raja rahasia tersebut".
Meskipun dapat diartikan Choi Sukbin hanyalah sekedar menyampaikan kata-kata terakhir ratu.
Gosip yang beredar di kalangan penghuni istana saat itu adalah Selir Jang yang mengutuk Ratu Inhyun selama ini.
Annals of Joseon juga mencatat bahwa Min Chinwon dan Min Chinhu (kerabat ratu) memberitahu Raja Sukjong perihal ilmu hitam yang dilakukan Selir Jang menentang Ratu Inhyun, sesuai permintaan terakhir ratu. Di buku hariannya, Tanam mallok, Min Chinwon menyatakan bahwa adalah Choi sukbin yang berdasarkan kata-kata terakhir ratu untuk dilaporkan ke raja.
Terdapat versi lain juga dimana raja bermimpi Ratu Inhyun menemuinya dengan bersimbah darah dan menunjuk arah kamar Selir Jang.
Pada nisannya di Soryeongwon, Paju, tertulis pada awalnya Choi sukbin ragu menuruti permintaan ratu dikarenakan khawatir akan menyakiti hati putra makhota mengetahui hal buruk yang dilakukan ibunda yang melahirkannya, tetapi pada akhirnya kesetiaan Choi sukbin pada Ratu Inhyun membuatnya melaporkannya juga.
Meski tidak diketahui bagaimana pastinya sampai raja mengetahui hal ini, tetapi Raja Sukjong memutuskan melakukan investigasi dan menemukan bahwa Selir Jang memiliki altar khusus untuk praktek shaman dan sesuai pengakuan dayang bahwa Selir Jang memerintahkan mereka memanah lukisan ratu tiga kali sehari, dan mengubur mayat binatang-binatang di taman ratu.
Meski para menteri memohon raja mengampuni Selir Jang, Sukjong menganggap perilaku ini tidak bisa diampuni dan menghukum mati Selir Jang pada tahun itu juga, 1701. Ia juga menetapkan aturan tidak ada lagi selir yang boleh diangkat menjadi ratu,
Dikatakan bahwa setelah mengetahui raja tidak mengampuninya, Selir Jang menyiksa anaknya dan membuat anaknya cacat tidak dapat menghasilkan keturunan. Ini menyebabkan putra makhota menjadi lemah dan minder ketika diangkat menjadi raja.
Terjadi kesalahapahaman di istana yang menganggap Choi sukbin akan diangkat menjadi ratu, namun sebenarnya dikarenakan kastanya yang sangat rendah dimana paham Konfusianis menekankan kasta seseorang, antrian calon ratu yang lebih pantas adalah selir lain seperti Yeong dengan marga Kim dan selir Myeong dengan marga Park.yang keduanya merupakan putri pejabat terpelajar. Selir Myeong bahkan juga memiliki seorang putra.
Setahun kemudian, 1702, selir Myeong diberi gelar Myeongbin dan ratu baru ditunjuk, yaitu Ratu Inwon.
Selama tahun 1700-1702 Choi Sukbin menjadi donatur utama membangun Gakhwangjeon Hall di kuil Hwaeomsa. Putranya yang terkenal cerdas sejak kecil menjadi kesayangan Ratu Inwon.
Menurut dugaan beberapa sejahrawan, ada kemungkinan kegiatannya membangun Gakhwangjeon Hall lebih bersifat politis daripada relijius, atas instruksi dari Ratu Inhyun, untuk menggalang dukungan menempatkan Pangeran Yeoning sebagai calon raja.
Tahun 1703 Ratu Inwon mengadopsi Pangeran Yeoning.
Di tahun yang sama selir Myeong meninggal dunia.
Tahun 1704 sesuai Annals of Joseon, Pangeran Yeoning menikah dan dirayakan besar-besaran oleh raja meski ditentang oleh pejabat karena ia bukanlah putra makhota tetapi hanyalah putra dari seorang selir.
Tahun itu juga, raja memberikan Choi Sukbin Istana Inhyun. Choi Sukbin memberikan istana ini kepada putranya untuk acara pernikahannya. Istana ini dikabarkan besar dan megah terletak di Seoul.
Tahun 1711 ketika Ratu Inwon terkena cacar air, Choi Sukbin memerintahkan pelayan istana mencari informasi dan obat di luar istana dari penduduk setempat. Ratu Inwon selamat dari cacar air.
Tahun 1716 Choi Sukbin jatuh sakit dan dikeluarkan dari istana. Tahun yang sama, raja menerima pesan dari Pangeran Yeoning untuk mengirimkan ibunya lebih banyak obat-obatan karena penyakit ibunya semakin kritis.
Tahun 1717 Raja Sukjong mengundurkan diri dari politik dan menyerahkan urusan pemerintahan kepada putra makhota. Dikatakan ia menemani Choi sukbin di hari-hari terakhir selirnya tersebut.
Tahun 1718 Choi Sukbin meninggal pada usia 49 tahun di Istana Inhyun. Tahun yang sama Raja Sukjong mengangkat putranya Gyeongjong sebagai raja.
Tahun 1719 Pangeran Yeonryeong, yang dikatakan adalah putra favorit Raja Sukjong, meninggal dunia dan membuat Sukjong sangat terpukul. Ia dalam keadaan sakit dilarang menterinya untuk turut serta pada pemakaman putranya. Sukjong bahkan mengangkat anak untuk Pangeran Yeonryeong agar putranya memiliki garis keturunan.
Tahun 1720 Raja Sukjong meninggal dunia setelah menempatkan Pangeran Yeoning sebagai penerus Raja Gyeonjong, namun hal ini dipertentangkan karena absennya pencatat sejarah sewaktu itu. Beberapa konflik terjadi selama ini sampai akhirnya Yeongjo yang keluar sebagai raja.
Selama masa ini, pemerintahan dipegang ibu suri Inwon (1720 menjadi ibu suri bagi Gyeongjong dan 1724 menjadi ibu suri bagi Yeongjo sampai akhir hayatnya di tahun 1757. Ratu Inwon dikubur di samping makam Ratu Inhyun dan Raja Sukjong.
Choi Sukbin dikubur di Soryeongwon (昭寧園) Paju, salah satu situs bersejarah no. 358.
Di nisannya tertulis "watak dan statusnya tidak terpisahkan, ia terpecaya, dihormati, dan selalu melayani Ratu Inhyun dan Ratu Inwon. Kebijakan dan kepandaiannya terpancar saat ia berinteraksi dengan setiap orang. Ia memegang teguh tugas dan kewajibannya, termasuk norma-norma yang berlaku. Dia tidak mau terlibat sengketa istana, dan menghabiskan hari-harinya dengan damai dan tentram."
Raja Yeongjo menyiapkan tulisan ukiran di dekat nisan untuk memperingati kematian
ibunya sebagai wujud bakti kepada orangtua yang mendalam. Ia juga membangun nisan bertuliskan kenangan-kenangan bersama ibunya dan mebuat rumah batu di keempat sisi makam ibunya. nisan ini didoakan di Sukbinmyo kemudian di Yuksangmyo dan Chilgung (situs sejarah no. 149), tempat dimana terdapat semua nisan dari 7 selir yang tidak pernah menjadi ratu namun semua putranya menjadi raja.
Choi Sukbin diberikan gelar "Lady Hwagyeong, Royal Noble Consort Suk of the Choe clan" (Hangul: 화경숙빈최씨; Hanja: 和瓊淑嬪崔氏). Statusnya diangkat dengan diberi gelar Hwa-gyong ("harmonious reverence") in 1753, dan diangkat lagi menjadi Hwi-dok ("magnificent virtue") dan An-sun ("tranquil purity").
Raja Yeongjo (Pangeran Yeoning) kesulitan saat awal masa pemerintahannya karena kasta rendah ibunya, barulah setelah mulai menyusun pondasi kekuatan pemerintahan yang kuat, ia menghukum siapapun yang mengungkit-ungkit ibunya adalah seorang budak. Kasih dan bakti Yeongjo pada ibunya sangat terkenal dan tiada batas. Ia berjuang agar ibunya secara resmi diakui sebagai ibu kandungnya, dan pada akhirnya berhasil.
Sewaktu masih menjabat sebagai Pangeran Yeoning, ia pernah diincar akan dibunuh dalam sebuah acara berburu. Ia mencari perlindungan ke Ratu Inwon dan mengatakan kepada kakaknya yang adalah raja saat itu, bahwa ia bersedia menjadi rakyat biasa.
Tahun 1739, sehari sebelum akan mengunjungi makam ibunya, ia tidak puas dengan pidato yang disusun oleh menterinya. Sejahrawan menjelaskan sebagai berikut: Raja sangat menghormati ibundanya namun ia menduga pejabat-pejabatnya tidak bersedia mematuhi keinginannya terkait hal ini." Satu demi satu konflik terjadi, salah satunya ketika raja akan kembali ke istana dari makam ibunya. Ketika akan naik ke tandunya, ia memanggil menteri urusan militer, Kim Songung, "Sejak tahun 1737, inilah pertama kali saya datang berdoa di makam ibu, selama itu, saya merasa sangat sedih. Setiap anak ketika sedang menghadapi masa sulit, secara otomatis ia akan memanggil ibunya. Ini alamiah. Saat ramalan agung, bila tiada yang melakukan persembahan kepada bumi, bagaimana mungkin ramalan dapat dilakukan? Saya memerintahkan mereka mengakui ibu saya tetapi mereka tidak menghiraukannya. Meski sebagai seorang raja tidak boleh mengutamakan perasaan pribadi, tetapi adalah salah untuk tidak mempercayai pejabatnya. Pejabat-pejabat yang terpelajar itu sekarang sudah terlalu dingin hatinya. Mereka pasti memiliki orang tua juga. Mereka tidak begitu saja jatuh dari langit atau muncul dari tanah.
Yeongjo dikenal sebagai raja yang memegang teguh prinsip Konfusian dan memperhatikan kesejahteraan rakyat. Selain saat awal-awal masa pemerintahannya, konflik besar yang terjadi adalah ketika ia menghukum putra makhota Pangeran Sado ke dalam kotak beras dan membiarkannya mati kekeringan. Ia mendidik cucunya Yi San (kelak Raja Jeongjo) dengan keras. Raja Jeongjo bahkan melebihi ketenaran Yeongjo dalam hal keberpihakan pada rakyat. Sukjong memasang pondasi Renaissance Korea, Yeongjo memantapkannya, dan Jeongjo merealisasikannya, meski ia keburu meninggal tanpa bisa menyaksikan sepenuhnya masa-masa jaya tersebut dan diteruskan oleh putranya Sunjo.
All information above translated from English to Indonesian from Wiki. The following will be only from my point of view. Although it is said the truth about history is questionable since it’s written by the ‘winning side’, I believe there is no smoke without fire.
Dongyi vs. Jang Okjung, both are fictional, but which one are better to history ?
Not trying to judge Jang Okjung and compared her with Queen Yoon (mother of tyrannical Yeosangun), but somehow I believe a good son usually inherited his mother.
A woman thirst for power and being used by her supporters who also demand power, especially in situation where the king “favor” both factions, not wonder Jang Okjung is the femme fatale or such, doing terrible things, despite people of Korea labeled Okjung as the evil side while Inhyun and Choi Sukbin as the good side.
Inhyun might treat her follower servants better than how Okjung treated them. Somehow I believe, a cruelty of a person and being disliked will only be written in history if the person is enough evil.
This reminds me of Gwanghaegun. History stated him a cruel person yet often absent in court, but he’s ‘smart’ enough to have at least positive achievement during his reign, which was maintaining peace to neighboring countries which his predecessor and successor failed.
So the description of Choi Sukbin in Dongyi might be too fictional, since she might be just a simple and usual concubine who served Inhyun with all her heart and that’s why she was called ‘pure’ by her title and his sons deeply love her—not that genius and witty despite her son does. While, the description of Choi Sukbin in Jang Okjung is too shallow, as if the drama needed someone to be blamed for Okjung’s death and she gotta be evil enough and that person is Choi Sukbin.
It is true if Jang Okjung still alive when the crown prince ascended throne would bring trouble to opposing party of Jang, so they might cruel enough to use Inhyun and Jang’s situation (jealousy, stressful, etc) to get rid of Jang forever. The reason why the king issued prohibition of concubines elevated to queen might because :
1. prevent choi sukbin became queen, not only because low-born caste would gain disapproval from royals and nobles, avoid the same okjung’s tragedy (thirst for power), but it might the king want to ‘punish’ choi sukbin for causing okbin’s death (assumed it was choi sukbin’s who informed the king, and if the king at least ever cherished okjung).
2. secure crown prince position, since the mother done mistakes but the son must not bear it. If any concubines who has another son become queen, crown prince position will be hard.
3. protect choi sukbin from being used by political factions (more or less like point number one, but assuming if the king truly accompanied her during her last days before death in 1718, king sukjong might at least had his attention and care for her, including bestow her Inhyun palace, kept her as pure as possible like her title).
That’s why, in my opinion, more or less similar like Dongyi drama, newly installed Queen Inwon remained childless and, to save Yeoning, as well as securing Inwon’s own position in palace if something happened, adopt Yeoning.
As she was being sent outside of the palace, it is said because of illness, and during her last days, the king, after letting his crown prince to rule the court, Sukjong accompanied her. Thou admitted Prince Yeoning was a prodigy, King Sukjong loved more his other son from other concubine, Prince Yeonryeong. May be because he just want to act ‘wise’, let the crown prince became king while he’s still alive, appointed Yeoning as the next line of king, as for Yeonryeong, he couldn’t give him anything else but more attention and love after Yeonryeong mother died.
Apart from who is right or wrong version of the history, Choi Sukbin was lucky enough to have such prodigy yet filial son Yeongjo who shines brightly and shower it to Choi Sukbin along. In the end, we know it’s all power.
...
It's hard to be a king.
Dongyi drama is about Choi Sukbin (the real name Dongyi of Choi Sukbin wasn't clarified in history), one of King Sukjong's concubines.
Since we got recent released drama Jang Okjung, which took the same era during Sukjong's reign and the drama is somehow contrary to each other in term of characters, I dig more about who was Choi Sukbin on Wiki.
It's translated to Indonesian:
Biografi
Dilahirkan tahun 1670 pada hari keenam bulan ke sebelas penanggalan lunar pada tahun kesebelas pemerintahan Raja Hyeonjong. Dia adalah putri dari Tuan Choe Hyowon dan Nyonya Hong dari Namyang.
Memiliki satu orang kakak lelaki bernama Choe Donghu yang menikahi Nyonya An dari Sunheung
Memiliki satu orang kakak perempuan yang menikahi Seo Jeon.
Pada usia 3 tahun ayahnya meninggal dan setahun kemudian ibunya meninggal. Masuk istana pada usia 7 tahun dan masuk kasta cheonmin yang merupakan kasta terendah pada masa Dinasti Joseon.
Tidak diketahui kapan ia dan raja pertama kali bertemu. Namun versi yang paling dapat diterima adalah ketika dirinya menjadi seorang musuri atau pelayan istana pada masa-masa Ratu Inhyun digulingkan (1687-1688) dan selir Jang menjadi ratu yang berkuasa (1688-1694). Sekitar tahun 1689, suatu malam ia berdoa untuk kesehatan Ratu Inhyun dan Raja Sukjong yang sekembalinya dari perjalanan jauh, mendengar doanya dan hatinya tersentuh.
Ia disukai oleh raja dan diangkat menjadi selir dengan gelar Suk-won pada tahun 1693 di bulan keempat penanggalan Lunar pada tahun kesembilanbelas pemerintahan Raja Sukjong, setelah melahirkan putra pertamanya yang meninggal pada tahun itu juga.
Di tahun ini pula Raja Sukjong mulai kecewa pada Selir Jang dan fraksi pendukungnya yang semakin berkuasa.
Tahun 1694, pada tahun keduapuluh pemerintahan Raja Sukjong, dia diberi gelar Suk-ui setelah melahirkan Pangeran Yeoning (kelak Raja Yeongjo, kakek dari Jeongjo aka Yisan).
Di tahun ini pula Raja Sukjong mengangkat kembali Ratu Inhyun dan menurunkan Ratu Jang menjadi selir kembali.
Tahun 1695 diberi gelar Gwi-in.
Tahun 1698 melahirkan putra ketiga yang meninggal ketika dilahirkan.
Di tahun yang sama, Sukjong memberi gelar Sukwon pada Myeong.
Tahun 1699 diberi gelar Suk-bin. Arti "suk" (淑) berarti "pure" atau suci, murni.
Di tahun yang sama, selir Myeong diberi gelar Suk-ui setelah melahirkan pangeran Yeonryeong.
Dia secara terbuka mendukung Ratu Inhyun dan menentang Jang Huibin.
Tahun 1701 Ratu Inhyun meninggal tanpa sebab yang jelas dan beberapa sejahrawan menduga karena diracuni, namun hal ini hanyalah dugaan.
Versi lain adalah Raja Sukjong melihat ada seorang shaman di kamar Selir Jang dan melakukan ilmu hitam (semacam voodoo). Ia memerintahkan semua yang terlibat untuk dihukum mati termasuk seluruh keluarga Jang.
Versi lain berdasarkan Annals of Joseon Dynasty, sesuai kehendak Ratu Inhyun, Choi Sukbin menginformasikan raja bahwa Selir Jang menggunakan ilmu hitam untuk mencelakakan Ratu Inhyun berdasarkan kutipan berikut ini : "Di luar sana, Choi Sukbin seperti biasa dengan keanggunannya memberikan penghormatan kepada Ratu Inhyun dan menangisi sang ratu yang tidak dapat merebut hati raja dan menginformasikan raja rahasia tersebut".
Meskipun dapat diartikan Choi Sukbin hanyalah sekedar menyampaikan kata-kata terakhir ratu.
Gosip yang beredar di kalangan penghuni istana saat itu adalah Selir Jang yang mengutuk Ratu Inhyun selama ini.
Annals of Joseon juga mencatat bahwa Min Chinwon dan Min Chinhu (kerabat ratu) memberitahu Raja Sukjong perihal ilmu hitam yang dilakukan Selir Jang menentang Ratu Inhyun, sesuai permintaan terakhir ratu. Di buku hariannya, Tanam mallok, Min Chinwon menyatakan bahwa adalah Choi sukbin yang berdasarkan kata-kata terakhir ratu untuk dilaporkan ke raja.
Terdapat versi lain juga dimana raja bermimpi Ratu Inhyun menemuinya dengan bersimbah darah dan menunjuk arah kamar Selir Jang.
Pada nisannya di Soryeongwon, Paju, tertulis pada awalnya Choi sukbin ragu menuruti permintaan ratu dikarenakan khawatir akan menyakiti hati putra makhota mengetahui hal buruk yang dilakukan ibunda yang melahirkannya, tetapi pada akhirnya kesetiaan Choi sukbin pada Ratu Inhyun membuatnya melaporkannya juga.
Meski tidak diketahui bagaimana pastinya sampai raja mengetahui hal ini, tetapi Raja Sukjong memutuskan melakukan investigasi dan menemukan bahwa Selir Jang memiliki altar khusus untuk praktek shaman dan sesuai pengakuan dayang bahwa Selir Jang memerintahkan mereka memanah lukisan ratu tiga kali sehari, dan mengubur mayat binatang-binatang di taman ratu.
Meski para menteri memohon raja mengampuni Selir Jang, Sukjong menganggap perilaku ini tidak bisa diampuni dan menghukum mati Selir Jang pada tahun itu juga, 1701. Ia juga menetapkan aturan tidak ada lagi selir yang boleh diangkat menjadi ratu,
Dikatakan bahwa setelah mengetahui raja tidak mengampuninya, Selir Jang menyiksa anaknya dan membuat anaknya cacat tidak dapat menghasilkan keturunan. Ini menyebabkan putra makhota menjadi lemah dan minder ketika diangkat menjadi raja.
Terjadi kesalahapahaman di istana yang menganggap Choi sukbin akan diangkat menjadi ratu, namun sebenarnya dikarenakan kastanya yang sangat rendah dimana paham Konfusianis menekankan kasta seseorang, antrian calon ratu yang lebih pantas adalah selir lain seperti Yeong dengan marga Kim dan selir Myeong dengan marga Park.yang keduanya merupakan putri pejabat terpelajar. Selir Myeong bahkan juga memiliki seorang putra.
Setahun kemudian, 1702, selir Myeong diberi gelar Myeongbin dan ratu baru ditunjuk, yaitu Ratu Inwon.
Selama tahun 1700-1702 Choi Sukbin menjadi donatur utama membangun Gakhwangjeon Hall di kuil Hwaeomsa. Putranya yang terkenal cerdas sejak kecil menjadi kesayangan Ratu Inwon.
Menurut dugaan beberapa sejahrawan, ada kemungkinan kegiatannya membangun Gakhwangjeon Hall lebih bersifat politis daripada relijius, atas instruksi dari Ratu Inhyun, untuk menggalang dukungan menempatkan Pangeran Yeoning sebagai calon raja.
Tahun 1703 Ratu Inwon mengadopsi Pangeran Yeoning.
Di tahun yang sama selir Myeong meninggal dunia.
Tahun 1704 sesuai Annals of Joseon, Pangeran Yeoning menikah dan dirayakan besar-besaran oleh raja meski ditentang oleh pejabat karena ia bukanlah putra makhota tetapi hanyalah putra dari seorang selir.
Tahun itu juga, raja memberikan Choi Sukbin Istana Inhyun. Choi Sukbin memberikan istana ini kepada putranya untuk acara pernikahannya. Istana ini dikabarkan besar dan megah terletak di Seoul.
Tahun 1711 ketika Ratu Inwon terkena cacar air, Choi Sukbin memerintahkan pelayan istana mencari informasi dan obat di luar istana dari penduduk setempat. Ratu Inwon selamat dari cacar air.
Tahun 1716 Choi Sukbin jatuh sakit dan dikeluarkan dari istana. Tahun yang sama, raja menerima pesan dari Pangeran Yeoning untuk mengirimkan ibunya lebih banyak obat-obatan karena penyakit ibunya semakin kritis.
Tahun 1717 Raja Sukjong mengundurkan diri dari politik dan menyerahkan urusan pemerintahan kepada putra makhota. Dikatakan ia menemani Choi sukbin di hari-hari terakhir selirnya tersebut.
Tahun 1718 Choi Sukbin meninggal pada usia 49 tahun di Istana Inhyun. Tahun yang sama Raja Sukjong mengangkat putranya Gyeongjong sebagai raja.
Tahun 1719 Pangeran Yeonryeong, yang dikatakan adalah putra favorit Raja Sukjong, meninggal dunia dan membuat Sukjong sangat terpukul. Ia dalam keadaan sakit dilarang menterinya untuk turut serta pada pemakaman putranya. Sukjong bahkan mengangkat anak untuk Pangeran Yeonryeong agar putranya memiliki garis keturunan.
Tahun 1720 Raja Sukjong meninggal dunia setelah menempatkan Pangeran Yeoning sebagai penerus Raja Gyeonjong, namun hal ini dipertentangkan karena absennya pencatat sejarah sewaktu itu. Beberapa konflik terjadi selama ini sampai akhirnya Yeongjo yang keluar sebagai raja.
Selama masa ini, pemerintahan dipegang ibu suri Inwon (1720 menjadi ibu suri bagi Gyeongjong dan 1724 menjadi ibu suri bagi Yeongjo sampai akhir hayatnya di tahun 1757. Ratu Inwon dikubur di samping makam Ratu Inhyun dan Raja Sukjong.
Choi Sukbin dikubur di Soryeongwon (昭寧園) Paju, salah satu situs bersejarah no. 358.
Di nisannya tertulis "watak dan statusnya tidak terpisahkan, ia terpecaya, dihormati, dan selalu melayani Ratu Inhyun dan Ratu Inwon. Kebijakan dan kepandaiannya terpancar saat ia berinteraksi dengan setiap orang. Ia memegang teguh tugas dan kewajibannya, termasuk norma-norma yang berlaku. Dia tidak mau terlibat sengketa istana, dan menghabiskan hari-harinya dengan damai dan tentram."
Raja Yeongjo menyiapkan tulisan ukiran di dekat nisan untuk memperingati kematian
ibunya sebagai wujud bakti kepada orangtua yang mendalam. Ia juga membangun nisan bertuliskan kenangan-kenangan bersama ibunya dan mebuat rumah batu di keempat sisi makam ibunya. nisan ini didoakan di Sukbinmyo kemudian di Yuksangmyo dan Chilgung (situs sejarah no. 149), tempat dimana terdapat semua nisan dari 7 selir yang tidak pernah menjadi ratu namun semua putranya menjadi raja.
Choi Sukbin diberikan gelar "Lady Hwagyeong, Royal Noble Consort Suk of the Choe clan" (Hangul: 화경숙빈최씨; Hanja: 和瓊淑嬪崔氏). Statusnya diangkat dengan diberi gelar Hwa-gyong ("harmonious reverence") in 1753, dan diangkat lagi menjadi Hwi-dok ("magnificent virtue") dan An-sun ("tranquil purity").
Raja Yeongjo (Pangeran Yeoning) kesulitan saat awal masa pemerintahannya karena kasta rendah ibunya, barulah setelah mulai menyusun pondasi kekuatan pemerintahan yang kuat, ia menghukum siapapun yang mengungkit-ungkit ibunya adalah seorang budak. Kasih dan bakti Yeongjo pada ibunya sangat terkenal dan tiada batas. Ia berjuang agar ibunya secara resmi diakui sebagai ibu kandungnya, dan pada akhirnya berhasil.
Sewaktu masih menjabat sebagai Pangeran Yeoning, ia pernah diincar akan dibunuh dalam sebuah acara berburu. Ia mencari perlindungan ke Ratu Inwon dan mengatakan kepada kakaknya yang adalah raja saat itu, bahwa ia bersedia menjadi rakyat biasa.
Tahun 1739, sehari sebelum akan mengunjungi makam ibunya, ia tidak puas dengan pidato yang disusun oleh menterinya. Sejahrawan menjelaskan sebagai berikut: Raja sangat menghormati ibundanya namun ia menduga pejabat-pejabatnya tidak bersedia mematuhi keinginannya terkait hal ini." Satu demi satu konflik terjadi, salah satunya ketika raja akan kembali ke istana dari makam ibunya. Ketika akan naik ke tandunya, ia memanggil menteri urusan militer, Kim Songung, "Sejak tahun 1737, inilah pertama kali saya datang berdoa di makam ibu, selama itu, saya merasa sangat sedih. Setiap anak ketika sedang menghadapi masa sulit, secara otomatis ia akan memanggil ibunya. Ini alamiah. Saat ramalan agung, bila tiada yang melakukan persembahan kepada bumi, bagaimana mungkin ramalan dapat dilakukan? Saya memerintahkan mereka mengakui ibu saya tetapi mereka tidak menghiraukannya. Meski sebagai seorang raja tidak boleh mengutamakan perasaan pribadi, tetapi adalah salah untuk tidak mempercayai pejabatnya. Pejabat-pejabat yang terpelajar itu sekarang sudah terlalu dingin hatinya. Mereka pasti memiliki orang tua juga. Mereka tidak begitu saja jatuh dari langit atau muncul dari tanah.
Yeongjo dikenal sebagai raja yang memegang teguh prinsip Konfusian dan memperhatikan kesejahteraan rakyat. Selain saat awal-awal masa pemerintahannya, konflik besar yang terjadi adalah ketika ia menghukum putra makhota Pangeran Sado ke dalam kotak beras dan membiarkannya mati kekeringan. Ia mendidik cucunya Yi San (kelak Raja Jeongjo) dengan keras. Raja Jeongjo bahkan melebihi ketenaran Yeongjo dalam hal keberpihakan pada rakyat. Sukjong memasang pondasi Renaissance Korea, Yeongjo memantapkannya, dan Jeongjo merealisasikannya, meski ia keburu meninggal tanpa bisa menyaksikan sepenuhnya masa-masa jaya tersebut dan diteruskan oleh putranya Sunjo.
Dongyi vs. Jang Okjung, both are fictional, but which one are better to history ?
Not trying to judge Jang Okjung and compared her with Queen Yoon (mother of tyrannical Yeosangun), but somehow I believe a good son usually inherited his mother.
A woman thirst for power and being used by her supporters who also demand power, especially in situation where the king “favor” both factions, not wonder Jang Okjung is the femme fatale or such, doing terrible things, despite people of Korea labeled Okjung as the evil side while Inhyun and Choi Sukbin as the good side.
Inhyun might treat her follower servants better than how Okjung treated them. Somehow I believe, a cruelty of a person and being disliked will only be written in history if the person is enough evil.
This reminds me of Gwanghaegun. History stated him a cruel person yet often absent in court, but he’s ‘smart’ enough to have at least positive achievement during his reign, which was maintaining peace to neighboring countries which his predecessor and successor failed.
So the description of Choi Sukbin in Dongyi might be too fictional, since she might be just a simple and usual concubine who served Inhyun with all her heart and that’s why she was called ‘pure’ by her title and his sons deeply love her—not that genius and witty despite her son does. While, the description of Choi Sukbin in Jang Okjung is too shallow, as if the drama needed someone to be blamed for Okjung’s death and she gotta be evil enough and that person is Choi Sukbin.
It is true if Jang Okjung still alive when the crown prince ascended throne would bring trouble to opposing party of Jang, so they might cruel enough to use Inhyun and Jang’s situation (jealousy, stressful, etc) to get rid of Jang forever. The reason why the king issued prohibition of concubines elevated to queen might because :
1. prevent choi sukbin became queen, not only because low-born caste would gain disapproval from royals and nobles, avoid the same okjung’s tragedy (thirst for power), but it might the king want to ‘punish’ choi sukbin for causing okbin’s death (assumed it was choi sukbin’s who informed the king, and if the king at least ever cherished okjung).
2. secure crown prince position, since the mother done mistakes but the son must not bear it. If any concubines who has another son become queen, crown prince position will be hard.
3. protect choi sukbin from being used by political factions (more or less like point number one, but assuming if the king truly accompanied her during her last days before death in 1718, king sukjong might at least had his attention and care for her, including bestow her Inhyun palace, kept her as pure as possible like her title).
That’s why, in my opinion, more or less similar like Dongyi drama, newly installed Queen Inwon remained childless and, to save Yeoning, as well as securing Inwon’s own position in palace if something happened, adopt Yeoning.
As she was being sent outside of the palace, it is said because of illness, and during her last days, the king, after letting his crown prince to rule the court, Sukjong accompanied her. Thou admitted Prince Yeoning was a prodigy, King Sukjong loved more his other son from other concubine, Prince Yeonryeong. May be because he just want to act ‘wise’, let the crown prince became king while he’s still alive, appointed Yeoning as the next line of king, as for Yeonryeong, he couldn’t give him anything else but more attention and love after Yeonryeong mother died.
Apart from who is right or wrong version of the history, Choi Sukbin was lucky enough to have such prodigy yet filial son Yeongjo who shines brightly and shower it to Choi Sukbin along. In the end, we know it’s all power.
...
It's hard to be a king.
No comments:
Post a Comment